Minggu, Juli 27, 2025
spot_img

Headline Mingguan

spot_imgspot_img

Berita Terkait

Pakar Teknologi: AI Harus Dikembangkan dengan Nilai Kemanusiaan

Palangka Raya, EnterKal – Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dinilai sebagai pendorong utama revolusi digital global. Namun, di tengah pesatnya perkembangan AI, Indonesia menghadapi tantangan kompleks karena masih berperan sebagai pengguna, bukan pengembang atau produsen teknologi tersebut.

Pakar pendidikan dan teknologi informasi, Prof Eko Indrajit, mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini bergantung pada sistem AI yang dibangun dengan nilai-nilai budaya asing, yang belum tentu selaras dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia.

“Nilai-nilai yang mendasari AI dari luar belum tentu cocok dengan kondisi sosial dan budaya Indonesia,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk “Etika AI dan Masa Depan Teknologi” yang digelar di Bandung, Jumat (30/5/2025).

Prof Eko menyoroti sejumlah tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam era AI, mulai dari potensi kehilangan pekerjaan, bias algoritma, penyebaran misinformasi, hingga risiko dehumanisasi. Ia juga menggarisbawahi kesenjangan literasi digital yang tinggi antara masyarakat perkotaan dan wilayah terpencil, yang menurutnya menjadi penghambat pemahaman dan adopsi teknologi secara merata.

Untuk itu, ia menawarkan empat langkah strategis yang harus segera diambil pemerintah dan pemangku kepentingan:

  1. Peningkatan literasi digital dan pendidikan berbasis STEM
  2. Penegakan regulasi dan etika perlindungan data pribadi
  3. Pemerataan infrastruktur internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar)
  4. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat sipil

Lebih lanjut, Prof Eko mendorong pendekatan human-centered dalam pengembangan AI, yang menempatkan manusia sebagai pusat pengambilan keputusan dan desain teknologi. Pendekatan ini dinilai penting untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia dalam setiap tahapan pengembangan teknologi AI.

“Kalau manusia jadi pusat pengembangan AI, maka risiko diskriminasi dan penyalahgunaan data bisa diminimalkan,” tegasnya.

Prof Eko menutup dengan penegasan bahwa pengembangan AI di Indonesia tidak boleh hanya mengejar efisiensi dan profit ekonomi, melainkan harus berlandaskan pada etika, keadilan sosial, dan perlindungan data pribadi.

“Kalau salah arah, AI justru bisa menjadi alat dehumanisasi,” tutupnya.

Dengan strategi yang tepat dan sinergi lintas sektor, pemanfaatan AI di Indonesia diyakini bisa diarahkan untuk mendukung kemajuan bangsa tanpa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

Sumber : https://www.beritasatu.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Topik Populer